Direktori Indonesia - Indonesian free listing directory, SEO friendly free link directory, a comprehensive directory of Indonesian website. Active Search Results SEPUTAR PERTANIAN: Januari 2011
Seputar Pertanian, Bersama Mendukung Pembangunan Pertanian

Senin, 31 Januari 2011


Kementrian pertanian siap melakukan pencetakan sawah baru seluas 50 ribu hektar (ha) per tahun untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

Mentri Pertanian Suswono di Jakarta, mengatakan, Percetakan sawah baru tersebut bisa memanfaatkan lahan-lahan terlantar ataupun areal yang tidak dimanfaatkan.

Kementrian pertanian siap melakukan pencetakan sawah baru seluas 50 ribu hektar (ha) per tahun untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

Mentri Pertanian Suswono di Jakarta, mengatakan, Percetakan sawah baru tersebut bisa memanfaatkan lahan-lahan terlantar ataupun areal yang tidak dimanfaatkan.

“Kami akan mencetak sekitar 50.000 hektare sawah baru per tahun, dan langkah itu untuk mendukung percetakan area baru, selain untuk padi juga untuk kedelai dan jagung. Program ini akan didukung pemberian benih ke kedelai gratis,: katanya di sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI Suswono.

Saat ini, tambahnya, menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) terdapat lahan terlantar luasnya lebih dari dua juta hektar, sehingga bisa dimanfaatkan untuk percetakan sawah baru.

“Kami juga telah melakukan koordinasi dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan meminta agar segera memfungsikan sekitar dua juta hektar lahan terlantar di luar Pulau Jawa sehingga Kementrian Pertanian dapat memanfaatkan lahan terlantar itu menjadi sawah baru,: katanya.

Menurut dia, selain meningkatkan produksi pangan nasional pencetakan baru tersebut juga untuk memperluas kepemilikan lahan oleh petani yang saat ini rata-rata hanya kurang dari 1 ha.

Dengan lahan yang hanya 0,3 ha, tambahnya, tidak mungkin mampu meningkatkan kesejahteraan petani, terlebih lagi mereka selama ini juga menjadi konsumen pangan, terutama beras.

Pencetakan sawah baru tersebut menurut Suswono untuk mendukung swasembada beras, sedangkan untuk mendukung swasembada kedelai akan dibangun berbagai sentra kedelai seperti yang dilakukan di Nanggroe Aceh Darussalam dan Jawa Timur.

Dikatakannya, untuk mendapatkan lahan sawah baru tersebut nantinya petani bisa ditransmigrasikan ke luar Jawa ataupun dengan memanfaatkan lahan Perhutani.

Sementara itu Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (PLA) Kementrian Pertanian Hilman Manan menyatakan, pada 2009 pemerintah telah melakukan perluasan lahan pertanian seluas 12.157 ha atau 89.52 persen dari target 14.383 ha tersebar di 27 propinsi pada 138 kabupaten.

Sedangkan realisasi program optimalisasi lahan pertanian mencapai 17.431 ha atau 98.58 persen dari sasaran 17.680 ha. Selain itu, selama 2009 Kementrian Pertanian juga mampu merealisasikan pembangunan jaringan irigasi pedesaan (Jides) mencapai 43.599 ha dari rencana 47.460 ha, Jalan usaha tani sepanjang 483 km dari target 498 km di 31 provinsi 125 kabupaten.

Sementara realisasi pembangunan jaringan irigasi usaha tani mencapai 71.805 ha atau 93,3 persen dari target 2009 di 32 provinsi pada 286 kabupaten.

Pembangunan Tata air Mikro (TAM) seluas 10.800 ha dari rencana 11 ribu ha dan jalan produksi terealisasi 678 km dari rencana 682 km.

Read More......

Rabu, 26 Januari 2011


Cecendet bukanlah nama orang. Ini adalah sejenis tanaman yang berkhasiat obat. Selain daun, buah, batang dan akarnya pun punya daya menyembuhkan.

Cecendet atau physallis peruviana.L memang tidak memiliki nama dalam bahasa Indonesia. Justru dalam bahasa daerah banyak istilahnya. Mulai dari ceplokan, keceplokan, ciciplukan, kopok-kopokan (Bali), cecendet, cecenet (Sunda), nyornyoran (Madura), Leletokan (Minahasa), Kenampok (sasak), dan lapunonat (Tanimbar, Seram).

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak semusim, yang tergolong sebagai tanaman liar. Cecendet bisa Anda temukan di tanah-tanah kosong yang tidak terlalu becek. Seperti pinggir selokan, pinggiran rel keretaapi, pinggir-pinggir kebun, dan lereng-lereng tebing sungai. Bisa tumbuh pada ketinggian 0-1.800 meter di atas permukaan laut.

Cecendet bukanlah nama orang. Ini adalah sejenis tanaman yang berkhasiat obat. Selain daun, buah, batang dan akarnya pun punya daya menyembuhkan.

Cecendet atau physallis peruviana.L memang tidak memiliki nama dalam bahasa Indonesia. Justru dalam bahasa daerah banyak istilahnya. Mulai dari ceplokan, keceplokan, ciciplukan, kopok-kopokan (Bali), cecendet, cecenet (Sunda), nyornyoran (Madura), Leletokan (Minahasa), Kenampok (sasak), dan lapunonat (Tanimbar, Seram).

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan semak semusim, yang tergolong sebagai tanaman liar. Cecendet bisa Anda temukan di tanah-tanah kosong yang tidak terlalu becek. Seperti pinggir selokan, pinggiran rel keretaapi, pinggir-pinggir kebun, dan lereng-lereng tebing sungai. Bisa tumbuh pada ketinggian 0-1.800 meter di atas permukaan laut.

Tumbuhan ini berdiri tegak dengan tinggi antara 30 cm sampai 50 cm dan berbatang berwarna hijau persegi, bercabang, dan berambut pendek. Daun berseling dan berlekuk, bertangkai 7-25 mm, dengan bentuk bundar telur memanjang dan ujung lancip. Ukuran panjang 3,5-10 cm dan lebar 2,5 cm.

Permukaan atas daun berwarna hijau dan permukaan bawah hijau muda dan berambut halus. Bunga buah keluar dari ketiak daun berwarna kekuning-kuningan. Buahnya berbentuk lentera, bila sudah masak berwarna kuning, rasanya manis agak keasam-asaman.

Dari Amerika
Cecendet, sesuai dengan bentuknya yang mirip-mirip dengan buah-buah untuk lalapan seperti Labu Siam, dan Terung, termasuk dalam famili tumbuhan Solanaceae (terung-terungan). Tapi meski nama tumbuhan ini berbau bahasa Nusantara, boleh percaya atau tidak, ia berasal dari kawasan tropis Amerika Latin.

Namun, walaupun digolongkan sebagai terung-terungan, dia memiliki kandungan kimiawi seperti chlorogenik acid, asam sitrun dan fisalin. Selain itu, buahnya juga mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin, vitamin C dan gula, juga elaidic acid.

Kandungan kimiawi tersebut, seperti obat-obatan modern, telah diuji melalui proses laboratorium dan diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Sesuai dengan sifatnya: analgetik, peluruh air seni, menetralkan racun (detoksifikasi), serta meredakan batuk. Dalam farmakologi Cina, tumbuhan ini diyakini memiliki rasa pahit dan sifat menyejukkan.

Hanya saja, yang patut disayangkan, entah karena masih ada orang yang belum mengerti akan khasiat tanaman obat, atau memang tidak tertarik sama sekali untuk mengembangkan budaya ramuan tradisional, seringkali, tanaman ini dibabat begitu saja seiring dengan pembersihan alang-alang dan tumbuhan liar lainnya.

Sebaliknya, bagi Anda yang berminat untuk membudidayakan tanaman ini, bisa dengan menggunakan bijinya. Biji disemai kemudian tanaman muda dipindahkan ke tempat penanaman. Pemeliharaan tanaman ini mudah, seperti tanaman lain dibutuhkan cukup air dengan penyiraman atau dengan menjaga kelembaban tanah. Di samping itu dibutuhkan pemupukan, terutama pupuk dasar.

Radang Kulit
Walaupun semua bagian dari Cecendet mulai dari akar, daun, dan buah, bisa digunakan, yang menggembirakan,Cecendet ini tidak mempunyai efek berbahaya termasuk racun sekalipun.

“Hanya saja memang karena Cecendet itu pahit rasanya, perhatikan dosis penggunaannya. Agar tidak pahit terus,” jelas dr.Setiawan Dalimartha, pakar tanaman obat yang juga praktek melayani pasien dengan metode herbal.

Menurut Setiawan, sebagai obat luar, Cecendet juga bisa digunakan untuk menyembuhkan bisul, borok, dan peradangan kulit. “Tidak perlu dikeringkan. Bisa dari setelah mengalami proses direbus, didinginkan dan diborehkan langsung ke bagian yang memerlukan,” lanjut Setiawan lagi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ir. W.P.Winarto, pemilik Kebun Tanaman Obat Karya Sari di kawasan Pondok Cabe, Tangerang. Menurutnya, Cecendet tidak beracun. Hanya memang karena rasa pahitnya, rata-rata mereka yang meminum menganggap sama dengan meminum obat modern, yang umumnya pahit.

“Memang, adalah hal yang wajar. Namanya obat pasti pahit. Tetapi, prinsipnya pengaruh dari rasa pahit itu tidak akan mengganggu fungsi kerja organ tubuh kita. Misalnya ginjal,” jelas Winarto dengan gamblang.

Penggunaan
1. Influenza dan Sakit Influenza Tenggorokan.
Tumbuhan Cecendet(semua bagian) yang sudah dipotong-potong seukuran 3-4 cm dijemur, lalu dibungkus agar tidak lembab lagi. Kemudian ambil kira-kira sebanyak 9-15 gram direbus, airnya diminum. Lakukan sebanyak 3 kali sehari, atau sesuai kebutuhan dan atau petunjuk resep.

Resep nomor satu bisa juga diberlakukan terhadap beberapa penyakit, seperti: batuk rejan (pertusis), bronchitis (radang saluran napas), gondongan (paroritis), pembengkakan buah pelir (orchitis).

2. Kencing manis (diabetes). Sama dengan nomor satu. Tetapi pada saat merebus, rebuslah dengan 2 gelas air, hingga tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum sekaligus pada pagi hari. Ampasnya bisa direbus sekali lagi, guna diminum pada sore harinya.

3. Sakit paru-paru. Sama dengan nomor satu. Saat merebus, gunakan 3-5 gelas air. Setelah mendidih, dinginkan dan saring, minum airnya 3 kali sehari.

4. Ayan. Buah Cecendet 8 – 10 butir dimakan setiap hari.

Selain untuk penyakit dalam, Cecendet juga bisa digunakan sebagai obat luar. Cara pemakaiannya:

1. Bisul. Daun Cecendet sebanyak 1/2 genggam dicuci bersih lalu digiling halus. Turapkan pada bisul, lalu dibalut. Diganti 2 kali sehari

2.Borok. Daun Cecendet sebanyak 1/2 genggam dicuci lalu digiling halus. Tambahkan air kapur sirih secukupnya, lalu diturapkan ke borok. Ganti 2 kali sehari.

Read More......

Senin, 24 Januari 2011


Pisang adalah tanaman buah , sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Di Indonesia pisang yang ditanam baik dalam skala rumah tangga ataupun kebun pemeliharaannya kurang intensif. Sehingga, produksi pisang Indonesia rendah, dan tidak mampu bersaing di pasar internasional. Untuk itu PT. NATURAL NUSANTARA merasa terpanggil untuk membantu petani meningkatkan produksi secara kuantitas, kualitas dan kelestarian (Aspek K-3).

I. PENDAHULUAN
Pisang adalah tanaman buah , sumber vitamin, mineral dan karbohidrat. Di Indonesia pisang yang ditanam baik dalam skala rumah tangga ataupun kebun pemeliharaannya kurang intensif. Sehingga, produksi pisang Indonesia rendah, dan tidak mampu bersaing di pasar internasional. Untuk itu PT. NATURAL NUSANTARA merasa terpanggil untuk membantu petani meningkatkan produksi secara kuantitas, kualitas dan kelestarian (Aspek K-3).

II. SYARAT TUMBUH
2.1. Iklim
a. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis.
b. Kecepatan angin tidak terlalu tinggi.
c. Curah hujan optimal adalah 1.520 - 3.800 mm/tahun dengan 2 bulan kering.

2.2. Media Tanam
a. Sebaiknya pisang ditanam di tanah berhumus dengan pemupukan.
b. Air harus selalu tersedia tetapi tidak menggenang.
c. Pisang tidak hidup pada tanah yang mengandung garam 0,07%.

2.3.Ketinggian Tempat
Dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Pisang ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 m dpl

III. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
3.1. Pembibitan
- Perbanyakan dengan cara vegetatif berupa tunas (anakan).
- Tinggi anakan untuk bibit 1 - 1,5 m, lebar potongan umbi 15 - 20 cm.
- Anakan diambil dari pohon yang berbuah baik dan sehat.
- Bibit yang baik daun masih berbentuk seperti pedang, helai daun sempit.

3.2. Penyiapan Bibit
- Tanaman untuk bibit ditanam dgn jarak tanam 2x2 m
- Satu pohon induk dibiarkan memiliki tunas antara 7- 9.

3.3. Sanitasi Bibit Sebelum Ditanam
- Setelah dipotong, bersihkan tanah yang menempel di akar.
- Simpan bibit di tempat teduh 1 - 2 hari sebelum tanam.
- Buang daun yang lebar.
- Rendam umbi bibit sebatas leher batang di dalam larutan POC NASA (1 - 2 tutup), HORMONIK (0,5 -1 tutup), Natural GLIO (1 - 2 sendok makan) dalam setiap 10 liter air, selama 10 menit. Lalu bibit dikeringanginkan.
- Jika di areal tanam sudah ada hama nematoda, rendam umbi bibit di dalam air panas beberapa menit.

3.4. Pengolahan Media Tanam
- Lakukan pembasmian gulma, rumput atau semak-semak.
- Gemburkan tanah yang masih padat
- Buat sengkedan terutama pada tanah miring dan buat juga saluran pengeluaran air.
- Dianjurkan menanam tanaman legum seperti lamtoro di batas sengkedan.

3.5. Teknik Penanaman
- Ukuran lubang adalah 50 x 50 x 50 cm pada tanah berat dan 30 x 30 x 30 cm pada tanah gembur.
- Jarak tanam 3 x 3 m untuk tanah sedang dan 3,3 x 3,3 m untuk tanah berat.
- Penanaman dilakukan menjelang musim hujan (September - Oktober).
- Siapkan campuran Natural GLIO dan pupuk kandang, caranya: Campur 100 gram Natural GLIO dengan 25 - 50 kg pupuk kandang, jaga kelembaban dengan memercikan air secukupnya, masukkan ke dalam karung, biarkan 1 - 2 minggu.
- Pisahkan tanah galian bagian atas dan bagian bawah.
- Tanah galian bagian atas dicampur Natural GLIO yang sudah dicampur pupuk kandang (0,5 - 1 kg per lubang tanam), tambahkan dolomit (0,5 - 1 kg/lubang tanam), pupuk kandang 15 - 20 kg/lubang tanam.
- Masukkan bibit dengan posisi tegak, tutup terlebih dulu dengan tanah bagian atas yang sudah dicampur Natural GLIO, dolomit dan pupuk kandang, diikuti tanah galian bagian bawah. Catatan : pupuk kandang diberikan jika tersedia, jika tidak dapat diganti dengan SUPERNASA.
- Siram dengan larutan POC NASA (1 - 2 tutup), HORMONIK (0,5 tutup) dalam setiap 5 liter air. Untuk mendapatkan hasil lebih baik, POC NASA dapat diganti dengan POP SUPERNASA. Cara penggunaan POP SUPERNASA: 1 (satu) botol POP SUPERNASA diencerkan dalam 4 liter (4000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 5 liter air diberi 5 tutup larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon. -Penyiraman dilakukan 2 - 3 bulan sekali.
Data kebutuhan dan cara pemupukan, adalah sebagai berikut :

PUPUK

JUMLAH

KETERANGAN
UREA 207 (kg/ha) Berikan 2x setahun, dalam larikan yang mengitari rumpun lalu ditutup tanah
SP-36 138 (kg/ha) 6 bulan setelah tanam ( 2x dalam satu tahun )
KCl 608 (kg/ha) 6 bulan setelah tanam ( 2x dalam satu tahun )
Pupuk Kandang
0,8-10 (kg/ha)
Pupuk dasar, campur dengan tanah galian bagian atas
Dolomit
200 (kg/ha)
Pupuk dasar, campur dengan tanah galian bagian atas
POC NASA
20 (botol/ha)
Disiramkan 3 bulan sekali
SUPERNASA
10 (botol/ha)
4 bulan sekali
HORMONIK
10 (botol/ha)
Dicampur POC NASA disiram 3 bulan sekali

3.6. Pemeliharaan Tanaman
- Satu rumpun hanya 3 - 4 batang.
- Pemotongan anak dilakukan sedemikian rupa sehingga dalam satu rumpun terdapat anakan yang masing-masing berbeda umur (fase pertumbuhan).
- Setelah 5 tahun rumpun dibongkar diganti tanaman baru.
- Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penggemburan dan penimbunan dapuran dengan tanah.
- Penyiangan dan penggemburan jangan terlalu dalam.
- Pangkas daun kering.
- Pengairan harus terjaga. Dengan disiram atau mengisi parit saluran air.
- Pasang mulsa berupa daun kering ataupun basah. Tetapi mulsa tidak boleh dipasang terus menerus.

3.7. Pemeliharaan Buah
- Potong jantung pisang yang telah berjarak 25 cm dari sisir buah terakhir.
- Setelah sisir pisang mengembang sempurna, tandan pisang dibungkus kantung plastik bening polietilen tebal 0,5 mm, diberi lubang diameter 1,25 cm. Jarak tiap lubang 7,5 cm. Usahakan kantung menutupi 15 -45 cm di atas pangkal sisir teratas dan 25 cm di bawah ujung buah dari sisir terbawah.
- Batang tanaman disangga dengan bambu yang dibenamkan sedalam 30 cm ke dalam tanah.

3.8. Hama dan Penyakit
3.8.1. Hama
a. Ulat daun (Erienota thrax.)
Menyerang daun. Gejala: daun menggulung seperti selubung dan sobek hingga tulang daun.

b. Uret kumbang (Cosmopolites sordidus)
Menyerang kelopak daun, batang. Gejala: lorong-lorong ke atas/bawah dalam kelopak daun, batang pisang penuh lorong. Pengendalian: sanitasi rumpun pisang, bersihkan rumpun dari sisa batang pisang, gunakan PESTONA.

c. Nematoda (Rotulenchus similis, Radopholus similis)
Menyerang akar. Gejala : tanaman kelihatan merana, terbentuk rongga atau bintik kecil di dalam akar, akar bengkak. Pengendalian: gunakan bibit yang tahan, tingkatkan humus tanah dan gunakan lahan dengan kadar lempung kecil.

d. Ulat bunga dan buah (Nacoleila octasema.)
Menyerang bunga dan buah. Gejala: pertumbuhan buah abnormal, kulit buah berkudis. Adanya ulat sedikitnya 70 ekor di tandan pisang.

3.8.2. Penyakit
a. Penyakit darah
Penyebab : Xanthomonas celebensis (bakteri). Menyerang jaringan tanaman bagian dalam. Gejala: jaringan menjadi kemerah-merahan seperti berdarah. Pengendalian: Pemberian Natural GLIO sebelum tanam, dan membongkar dan membakar tanaman yang sakit.

b. Panama
Penyebab: jamur Fusarium oxysporum. Menyerang daun. Gejala : daun layu dan putus, mula-mula daun luar lalu bagian dalam, pelepah daun membelah membujur, keluarnya pembuluh getah berwarna hitam. Pengendalian : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam, membongkar dan membakar tanaman yang sakit.

c. Bintik daun
Penyebab: jamur Cercospora musae. Menyerang daun dengan gejala bintik sawo matang yang makin meluas. Pengendalian: : Pemberian Natural GLIO sebelum tanam.

d. Layu
Penyebab : bakteri Bacillus sp. menyerang akar. Gejala: tanaman layu dan mati. Pengendalian : membongkar dan membakar tanaman yang sakit, Natural GLIO diawal tanaman

e. Daun pucuk
Penyebab : virus dengan perantara kutu daun Pentalonia nigronervosa. Menyerang daun pucuk. Gejala: daun pucuk tumbuh tegak lurus secara berkelompok. Pengendalian: Mengendalikan kutu duan dengan Natural BVR, membongkar dan membakar tanaman yang sakit.

3.9. Panen
- Ciri khas panen adalah mengeringnya daun bendera. Buah 80 - 100 hari dengan siku-siku buah yang masih jelas sampai hampir bulat.
- Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandannya. Panjang tandan yang diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas. Gunakan pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan.
- Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik supaya getah dari bekas potongan menetes ke bawah tanpa mengotori buah.
- Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali.
- Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3 - 10 hari sekali tergantung pengaturan jumlah tanaman produktif.

Read More......

Jumat, 21 Januari 2011

Budidaya lobster air tawar merupakan salah satu usaha yang dapat ditekuni. Harganya di pasaran cukup tinggi, sekitar 100 ribu rupiah per kilogram, membuat budidaya lobster air tawar menjanjikan keuntungan bila dilakukan dengan teknik yang benar.

Salah satu lokasi budidaya lobster air tawar terdapat di Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen Sari, Banjar, Jawa Barat. Proses pembesaran dilakukan di kolam sawah, sehingga lobster dapat tumbuh lebih cepat.
Budidaya lobster air tawar merupakan salah satu usaha yang dapat ditekuni. Harganya di pasaran cukup tinggi, sekitar 100 ribu rupiah per kilogram, membuat budidaya lobster air tawar menjanjikan keuntungan bila dilakukan dengan teknik yang benar.

Salah satu lokasi budidaya lobster air tawar terdapat di Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen Sari, Banjar, Jawa Barat. Proses pembesaran dilakukan di kolam sawah, sehingga lobster dapat tumbuh lebih cepat.

Lokasi budidaya lobster air tawar di Banjar, Jawa Barat, dari Jakarta dapat dicapai melalui jalan tol Cipularang. Keluar di pintu tol Cileunyi, perjalanan kemudian dilanjutkan ke arah Priangan Timur, tepatnya di Desa Bojong Kantong, kecamatan Langen Sari.

Disinilah budidaya lobster air tawar di lakukan, di areal seluas 1.400 meter persegi milik Endang Hardi. Dia telah menekuni usaha ini sejak 8 tahun lalu, dengan bantuan teknis dari Universitas Galuh Ciamis.

Lobster yang dibudidayakan disini jenis red clow atau penjapit merah, yang bibitnya didatangkan dari Australia. Jenis ini paling banyak diminati pasar, terutama untuk restoran sea food, dan hotel berbintang.

Budidaya lobster air tawar disini mulai dari pemijahan. Proses pemijahan dilakukan di bak semen. Induk lobster disatukan di dalam bak hingga terjadi perkawinan dan membuahkan telur.

Proses pembesaran lobster dilakukan di kolam tanah di tengah sawah. Lobster tumbuh optimal di kolam air tawar dengan ph antara 7 hingga 9, dan suhu antara 23 hingga 30 derajat celsius.

Pemeliharan lobster air tawar relatif tidak sulit. Untuk kolam tanah, makanannya tersedia secara alami berupa plankton. Sebagai makanan tambahan diberikan campuran parutan singkong, buah pepaya dan pelet. Pakan tambahan ini ditebarkan ke kolam sekali sehari.

Lobster dipanen setelah dipelihara selama enam bulan. Pada usia tiga bulan seperti ini, lobster sudah dapat dikonsumsi, namun dari sisi ukuran belum layak, karena belum memenuhi kriteria permintaan pasar.

Lobster jenis penjapit merah dipasarkan di kota-kota di Pulau Jawa. Harganya sekitar 100 ribu rupiah per kilogram. Harga jual lobster di pasaran yang cukup menggiurkan, membuat usaha budidaya ini layak untuk ditekuni karena menjanjikan keuntungan.

Permintaan lobster air tawar jenis penjapit merah cukup tinggi dan belum seluruhnya dapat dipenuhi. Setiap minggunya sentra budidaya lobster air tawar ini menerima permintaan sekitar 5 kwintal lobster, namun baru dapat dipenuhi sekitar 1 kwintal saja.

Kini saatnya untuk mencicipi kelezatan rasa lobster air tawar. Kebetulan Pak Endang dan keluarganya telah menyiapkan lobster untuk kami nikmati bersama-sama. Hmmm, ternyata, rasa lobster air tawar ini memang lezat. Tidak salah bila banyak digemari dan harganya mahal.(Helmi Azahari/Ijs)

dari : indosiar.com

Read More......

Kamis, 20 Januari 2011

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.

Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f..


?
Jati



Pucuk jati dan buahnya
Pucuk jati dan buahnya
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Lamiales
Famili: Verbenaceae
Genus: Tectona
Spesies: T. grandis
Nama binomial
Tectona grandis
Linn. f.

Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.

Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f..
Habitus

Pohon besar dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.

Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.

Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.

Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.

Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.
Sifat ekologis dan penyebaran


Tectona grandis

Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.

Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.

Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.

Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).

Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.

Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.

Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.

Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.

Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.

Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).

Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, New Zealand, Pasifik dan Taiwan.

Sebaran hutan jati di Indonesia Di Indonesia sendiri, selain di Jawa dan Muna, jati juga dikembangkan di Bali dan Nusa Tenggara.

Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembangkan jati di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Hasilnya kurang menggembirakan. Jati mati setelah berusia dua atau tiga tahun. Masalahnya, tanah di kedua tempat ini sangat asam. Jati sendiri adalah jenis yang membutuhkan zat kalsium dalam jumlah besar, juga zat fosfor. Selain itu, jati membutuhkan cahaya matahari yang berlimpah.

Sekarang, di luar Jawa, kita dapat menemukan hutan jati secara terbatas di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, daerah Bima di Pulau Sumbawa, dan Pulau Buru. Jati berkembang juga di daerah Lampung di Pulau Sumatera.

Pada 1817, Raffles mencatat jika hutan jati tidak ditemukan di Semenanjung Malaya atau Sumatera atau pulau-pulau berdekatan. Jati hanya tumbuh subur di Jawa dan sejumlah pulau kecil di sebelah timurnya, yaitu Madura, Bali, dan Sumbawa. Perbukitan di bagian timur laut Bima di Sumbawa penuh tertutup oleh jati pada saat itu.

Heyne, pada 1671, mencatat keberadaan jati di Sulawesi, walau hanya di beberapa titik di bagian timur. Ada sekitar 7.000 ha di Pulau Muna dan 1.000 ha di pedalaman Pulau Butung di Teluk Sampolawa. Heyne menduga jati sesungguhnya terdapat pula di Pulau Kabaena, serta di Rumbia dan Poleang, di Sulawesi Tenggara. Analisis DNA mutakhir memperlihatkan bahwa jati di Sulawesi Tenggara merupakan cabang perkembangan jati jawa.

Jati yang tumbuh di Sulawesi Selatan baru ditanam pada masa 1960an dan 1970an. Ketika itu, banyak lahan di Billa, Soppeng, Bone, Sidrap, dan Enrekang sedang dihutankan kembali. Di Billa, pertumbuhan pohon jatinya saat ini tidak kalah dengan yang ada di Pulau Jawa. Garis tengah batangnya dapat melebihi 30 cm.

Penyebaran jati ke Jawa Walaupun menyebar luas di Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil, mayoritas ahli sepakat bahwa jati bukan tumbuhan asli di Indonesia. Ada beberapa dugaan tentang asal mula budidaya jati di Indonesia. Raffles menunjukkan bahwa, pada abad ke-15 dan ke-16, hutan jati yang terdekat dengan Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil berada di Siam dan Pegu. Kedua negeri itu tercatat pernah mengekspor barang ke Jawa melalui kapal-kapal besar. Ia lantas menduga bahwa orang laut dulu mengimpor jati, entah dari Pegu, entah dari Malabar.

Oleh karena jarak antarpohon cenderung beraturan, Altma (1922) memperkirakan bahwa hutan jati di Jawa mungkin merupakan hasil penanaman di akhir era Hindu (abad ke-14 hingga ke-16). Ia menduga jika penguasa Jawa masa itu telah menganggap jati sebagai suatu pohon suci. Mereka lantas mengimpor jenis pohon itu dari Kelinga di pantai timur India Selatan sejak abad kedua. Jati memang banyak ditemukan di sekitar candi-candi untuk menghormati Dewa Syiwa. Namun, Simatupang (2000) melihat jika jati telah menyebar jauh lebih luas. Ia menduga penyebaran yang lebih luas ini berkat keterlibatan para petani sekitar candi. Para petani itu sudah melihat kegunaan jati dan budidayanya yang mudah.

Simatupang menduga bahwa, di tempat-tempat tertentu di Jawa yang tidak cocok untuk persawahan, perladangan berpindah dipraktikkan. Perladangan berpindah adalah cara bertani yang biasa dilakukan semasa itu di banyak daerah lain di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Sebelum berpindah ladang, petani-petani di Jawa Tengah dan Jawa Timur mungkin telah menanam pohon jati. Oleh karena sesuai dengan iklim kering setempat yang kerap menimbulkan kebakaran, jati kemudian menjadi spesies dominan.

Daerah sebaran hutan jati di Jawa Sedini 1927, hutan jati tercatat menyebar di pantai utara Jawa, mulai dari Kerawang hingga ke ujung timur pulau ini. Namun, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Hanya di daerah Besuki jati tumbuh tidak lebih daripada 200 meter di atas permukaan laut.

Di kedua provinsi ini, hutan jati sering terbentuk secara alami akibat iklim muson yang menimbulkan kebakaran hutan secara berkala. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat di daerah alas roban Rembang, Blora, Groboragan, dan Pati. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Saat ini, sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perhutani, sebuah perusahaan umum milik negara di bidang kehutanan. Pada 2003, luas lahan hutan Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektar. Ini nyaris setara dengan setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa.
Sifat-sifat kayu dan pengerjaan

Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap.

Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.

Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah.

Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.

Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka. Manual kelautan Inggris bahkan menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.

Pada abad ke-17, tercatat jika masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya. Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa. Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.

Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para kolektor di luar negeri.

Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):

1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
5. Jati kembang.
6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.

Kegunaan kayu jati

Permukaan mebel jati

Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.

Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.

Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture, kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.

Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture luar-rumah.

Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.

Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.

Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu

Sebagai jenis hutan paling luas di Pulau Jawa, hutan jati memiliki nilai ekonomis, ekologis, dan sosial yang penting.

Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.

Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tomé Pires pada awal abad ke-16.

VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada “emas hijau” ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.

Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.

VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa.

VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam. Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas dunia.

Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu.

Namun, pascakemerdekaan negeri ini, jati jawa masih sangat menguntungkan. Produksi jati selama periode emas 1984-1988 mencapai 800.000 m3/tahun. Ekspor kayu gelondongan jati pada 1989 mencapai 46.000 m3, dengan harga jual dasar 640 USD/m3.

Pada 1990, ekspor gelondongan jati dilarang oleh pemerintah karena kebutuhan industri kehutanan di dalam negeri yang melonjak. Sekalipun demikian, Perhutani mencatat bahwa sekitar 80% pendapatan mereka dari penjualan semua jenis kayu pada 1999 berasal dari penjualan gelondongan jati di dalam negeri. Pada masa yang sama, sekitar 89% pendapatan Perhutani dari ekspor produk kayu berasal dari produk-produk jati, terutama yang berbentuk garden furniture (mebel taman).
Manfaat yang lain

Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon.

Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.

Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Jw. ungkrung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.

Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati.

Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati.

Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan.

Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti kencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.

Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.

Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.

Fungsi non-ekonomis hutan jati jawa

Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.

Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut:

• Fungsi penyangga ekosistem Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.

• Fungsi biologis Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.

Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (Lagerstroemia speciosa), dlingsem (Homalium tomentosum), dluwak (Grewia paniculata), katamaka (Kleinhovia hospita), kemloko (Phyllanthus emblica), kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schleichera oleosa), laban (Vitex pubscens), ploso (Butea monosperma), serut (Streblus asper), trengguli (Cassia fistula), winong (Tetrameles nudflora), dan lain-lain. Lamtoro (Leucenia leucocephalla) dan akasia (Acacia villosa) pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.

Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).

Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.

• Fungsi sosial Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya.

Yang mungkin paling menarik untuk dikunjungi adalah Monumen Gubug Payung di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Tempat ini merupakan museum hidup dari pepohonan jati yang berusia lebih dari seabad, setinggi rata-rata di atas 39 meter dan berdiameter rata-rata 89 sentimeter.

Kita dapat menikmati pemandangan hutan dari ketinggian dengan menumpang loko “Bahagia”. Di sini, kita juga dapat meninjau Arboretum Jati; hutan buatan dengan koleksi 32 jenis pohon jati yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada juga Puslitbang Cepu yang mengembangkan bibit jati unggul yang dikenal sebagai JPP (Jati Plus Perhutani). Pengunjung boleh membeli sapihan jati dan menanamnya sendiri di sini. Pengelola kemudian akan merawat dan menamai pohon itu sesuai dengan nama pengunjung bersangkutan.
Jenis yang berkerabat

Seluruhnya, ada tiga anggota genus Tectona. Selain jati Tectona grandis yang diuraikan di atas, dua yang lain adalah:

* Jati Dahat (Dahat Teak, Tectona hamiltoniana), sejenis jati endemik di Myanmar, yang kini sudah langka dan terancam kepunahan.
* Jati Filipina (Philippine Teak, Tectona philippinensis), jati endemik dari Filipina; juga terancam kepunahan.

Pada pihak lain, ada pula jenis-jenis pohon atau tumbuhan lain yang dinamai jati meski tidak berkerabat. Di antaranya:

* Jati sabrang atau sungkai (Peronema canescens)
* Jati putih (Gmelina arborea)
* Jati pasir (Guettarda speciosa)

Read More......

Rabu, 19 Januari 2011

Permintaan hasil hutan berupa kayu yang semakin meningkat di dunia merupakan peluang yang baik bagi pemerintah Indonesia untuk menambah devisa. Salah satu upaya pembangunan hutan di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1980 tentang Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Industri ini bertujuan untuk meningkatkan produksi industri kehutanan dan berkaitan juga dengan usaha pemerintah untuk merehabilitasi lahan yang rusak, sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Pulp dan paper merupakan salah satu produk hasil hutan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Peluang tersebut kemudian diambil oleh beberapa pihak swasta dengan dibantu oleh pemerintah Indonesia untuk membangun kebun hutan tanamannya. Dalam perjalanannya usaha pembangunan hutan tanaman ini mengalami beberapa masalah, diantaranya adalah kebutuhan bibit yang tidak sesuai dengan jumlah lahan yang harus ditanam.
Tanaman hutan yang paling banyak ditanam oleh beberapa perusahaan HTI adalah Acacia crassicarpa. Tanaman kehutanan ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu fast growing dan mampu hidup pada lahan marginal. Berdasarkan data potensi yang dimiliki PT Arara Abadi tahun 2008 pada distrik Berbari, Acacia crasicarpa yang ditanam pada peat soil memiliki potensi sampai 150 m3/ha pada umur 4 tahun.
Potensi yang begitu tinggi tersebut harus didukung dengan pembangunan persemaian yang kuat. Persemaian Acacia crassicarpa dilakukan dengan 2 cara, yaitu menggunakan bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif (vegetatif) dan bibit yang berasal dari biji. Masing –masing jenis bibit tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif, jika berasal dari tanaman induk yang memiliki potensi genetik yang unggul maka akan menghasilkan produksi yang optimal, akan tetapi kelemahannya adalah jika terserang hama dan penyakit tanaman maka seluruh bibit tersebut akan mudah terserang karena rendahnya variasi genetik. Sedangkan benih yang berasal dari biji meskipun variasi genetiknya besar, akan tetapi memiliki tingkat ketahanan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif. Kelebihan lain yang dimiliki oleh bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif adalah lebih efisien dalam segi biaya dibandingkan dengan bibit yang berasal dari biji.
I. Pendahuluan
Permintaan hasil hutan berupa kayu yang semakin meningkat di dunia merupakan peluang yang baik bagi pemerintah Indonesia untuk menambah devisa. Salah satu upaya pembangunan hutan di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1980 tentang Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri. Hutan Tanaman Industri ini bertujuan untuk meningkatkan produksi industri kehutanan dan berkaitan juga dengan usaha pemerintah untuk merehabilitasi lahan yang rusak, sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Pulp dan paper merupakan salah satu produk hasil hutan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Peluang tersebut kemudian diambil oleh beberapa pihak swasta dengan dibantu oleh pemerintah Indonesia untuk membangun kebun hutan tanamannya. Dalam perjalanannya usaha pembangunan hutan tanaman ini mengalami beberapa masalah, diantaranya adalah kebutuhan bibit yang tidak sesuai dengan jumlah lahan yang harus ditanam.
Tanaman hutan yang paling banyak ditanam oleh beberapa perusahaan HTI adalah Acacia crassicarpa. Tanaman kehutanan ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu fast growing dan mampu hidup pada lahan marginal. Berdasarkan data potensi yang dimiliki PT Arara Abadi tahun 2008 pada distrik Berbari, Acacia crasicarpa yang ditanam pada peat soil memiliki potensi sampai 150 m3/ha pada umur 4 tahun.
Potensi yang begitu tinggi tersebut harus didukung dengan pembangunan persemaian yang kuat. Persemaian Acacia crassicarpa dilakukan dengan 2 cara, yaitu menggunakan bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif (vegetatif) dan bibit yang berasal dari biji. Masing –masing jenis bibit tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif, jika berasal dari tanaman induk yang memiliki potensi genetik yang unggul maka akan menghasilkan produksi yang optimal, akan tetapi kelemahannya adalah jika terserang hama dan penyakit tanaman maka seluruh bibit tersebut akan mudah terserang karena rendahnya variasi genetik. Sedangkan benih yang berasal dari biji meskipun variasi genetiknya besar, akan tetapi memiliki tingkat ketahanan yang lebih kuat jika dibandingkan dengan bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif. Kelebihan lain yang dimiliki oleh bibit yang berasal dari kebun perbanyakan vegetatif adalah lebih efisien dalam segi biaya dibandingkan dengan bibit yang berasal dari biji.
Serangan hama yang menyerang kebun perbanyakan vegetatif Acacia crassicarpa terutama ulat grayak (Spodoptera sp.) jika melebihi dari ambang batas dapat menyebabkan gejala gundul pada daun. Kerusakan yang ditimbulkan ini dapat menghambat pertumbuhan tanaman perbanyakan vegetatif yang kemudian akan menurunkan produktivitas perbanyakan vegetatifan. Penanganan secara kimia dapat dilakukan jika hanya terjadi outbreaks saja dan tidak dapat dilakukan secara continue karena tidak ekonomis. Oleh sebab itu diperlukan suatu usaha pengendalian hama yang menyerang kebun perbanyakan vegetatif secara continue dan low cost.
Penanganan serangan hama yang berkelanjutan pada kebun perbanyakan vegetatif tidak dapat dilakukan secara parsial dan terpisah. Ada beberapa komponen yang harus mendukung satu sama lain dalam usaha penanganan serangan hama, diantaranya adalah pengendalian secara kimia, biologi, dan mekanis, sanitasi lingkungan persemaian, dan perilaku hygenes.
Salah satu komponen dalam penanganan serangan hama adalah pengendalian secara biologi dengan menggunakan organisme parasitoid. Organisme parasitoid adalah serangga yang sebelum tahap dewasa berkembang pada atau di dalam tubuh inang (biasanya serangga juga). Parasitoid mempunyai karakteristik pemangsa karena membunuh inangnya dan seperti parasit karena hanya membutuhkan satu inang untuk tumbuh, berkembang, dan bermetamorfosis (Sofa, 2008).
Organisme parasitoid ini memerlukan suatu tanaman sebagai habitatnya. Hal ini disebabkan karena pada fase dewasa, organisme parasitoid memerlukan nektar sebagai makanannya berbeda sewaktu dia masih dalam tahap larva. Salah satunya adalah bunga Pukul Delapan (Turnera sp.). Tanaman ini memliki potensi yang cukup besar sebagai habitat bagi organisme parasitoid karena memiliki sumber makanan yang cukup bagi mereka. Oleh karena itu makalah ini disusun untuk mengetahui peran serangga parasitoid dan bunga Pukul Delapan dalam penanganan serangan hama pada kebun perbanyakan vegetatif Acacia crassicarpa.

II. Biologi dan Peranan Bunga Pukul Delapan (Tunera sp.) sebagai Habitat Parasitoid
Bunga pukul delapan memiliki beberapa nama daerah, yaitu lidah kucing (Jawa). Sedangkan orang Amerika sering menyebutnya sebagai Indian holly, sage rose, holly rose.
Bunga Pukul Delapan (Turnera sp.) memiliki potensi sebagai habitat bagi organisme parasitoid dewasa karena memiliki nektar sebagai sumber makanan mereka. Ketika mereka akan bertelur, mereka akan mulai mencari tubuh serangga untuk meletakkan telur. Telur tersebut ketika menetas akan berubah menjadi larva yang kemudian akan memakan tubuh serangga dari dalam. Setelah menjadi pupa dan kemudian berubah menjadi dewasa, organisme parasitoid tersebut akan kembali ke bunga Pukul Delapan untuk mencari nektar. Selain berfungsi sebagai habitat organisme parasitoid, tanaman ini juga mampu mengundang organisme parasitoid yang berasal dari luar habitatnya untuk datang dan menjadikan tanaman tersebut sebagai habitatnya.
Berikut adalah klasifikasi bunga pukul delapan (Dalimartha, 200delapan):
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Violales
Famili : Turneraceae
Genus : Turnera
Spesies : Turnera sp. J.E.Smith
Tanaman bunga Pukul Delapan ini akan mendapat keuntungan dengan keberadaan serangga-serangga parasitoid ini, diantaranya adalah membantu penyebaran tanaman ini dengan penyerbukan dan menjadikan tanaman ini dijauhi oleh serangga hama karena keberadaan serangga parasitoid yang ada pada tanaman tersebut.

Gambar 1.1 Turnera sp. (bunga putih)

Gambar 1.2 Turnera sp. (bunga kuning)

III. Serangga yang Berpotensi menjadi Parasitoid
Kebanyakan parasitoid merupakan anggota dari ordo hymenoptera dan diptera. Sampai saat ini terdapat sekitar 50.000 spesies dari ordo hymenoptera dan 15.000 spesies dari ordo diptera yang telah diidentifikasi sebagai serangga parasitoid sedangkan diluar kedua ordo tersebut terdapat sekitar 3.000 spesies. Dari seluruh spesies serangga di dunia, sekitar delapan, 5% diantaranya adalah serangga parasitoid. Berbeda dengan jenis serangga pada umumnya, serangga parasitoid memiliki tubuh yang tidak terlalu besar dan biasanya hanya berukuran beberapa millimeter. Serangga-serangga parasitoid memiliki struktur khusus pada daerah abdomennya yang disebut ovipositor. Ovipositor merupakan suatu alat untuk meletakkan telur dari serangga parasitoid ke dalam tubuh inangnya (BBC, 2008).
Beberapa karakteristik yang dimiliki oleh serangga parasitoid adalah:
a. Parasitoid tersebut memiliki struktur yang khusus terhadap inangnya
b. Parasitoid memiliki ukuran yang lebih kecil disbanding inangnya
c. Hanya parasitoid betina yang berusaha menyerang dan mencari inang
d. Telur atau larva sering kali diletakkan pada inang atau dekat inangnya
e. Pada fase immature, serangga parasitoid mampu membunuh inangnya
f. Pada fase immature (larva), serangga parasitoid hanya berada di dalam inang dan pada fase dewasa serangga parasitoid bersifat free living dan mobile (Weeden, et al., 2009)
Sofa (2008) menyatakan bahwa pada ordo diptera hanya suku Tachinidae yang paling penting di dalam pengendalian alami dan hayati hama-hama kehutanan. Kelompok terbesar parasitoid, yaitu bangsa Hymenoptera merupakan kelompok yang sangat penting. Superfamily Ichneumonoidea yang terdiri dari Braconidae dan Ichneumonidae sangat penting dalam pengendalian alami dan hayati. Sedangkan dari superfamily Chalcidoidea yang dianggap sebagai kelompok parasitoid paling penting dalam pengendalian alami dan hayati adalah Mymaridae, Trichogrammatidae, Eulophidae, Pteromalidae, Encyrtidae, dan Aphelinidae.
Ada beberapa tipe serangga parasitoid yang menyerang serangga hama, yaitu:
a. Serangga parasitoid yang menyerang telur
Jenis ini akan menyerang serangga hama pada fase telur dengan cara meng-oviposisi-kan telurnya pada telur serangga hama. Kemudian setelah menetas, larva parasitoid ini akan memakan telur dari dalam. Telur yang terinfeksi larva parasitoid ini tidak dapat berkembang dan kemudian berwarna hitam lalu mati. Salah satu contoh dari serangga jenis ini adalah dari ordo hymenoptera family trichogrammatidae genus uscana (FAO, 2009).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga parasitoid telur memberikan tingkat mortalitas yang tinggi dalam usaha pengendalian serangga hama (kumbang) coleoptera. Penelitian terhadap serangga ini menunjukkan bahwa dengan me-rearing organisme ini dapat digunakan sebagai agen biokontrol.
b. Serangga parasitoid yang menyerang larva dan pupa
Jenis ini menyerang serangga hama pada fase larva dan pupa dengan cara mengoviposisikan telurnya pada tubuh ulat. Setelah menetas, larva parasitoid akan memakan tubuh ulat dan pupa dari dalam dan kemudian akan mengalami kematian.
Serangga yang bertipe seperti ini berasal dari ordo hymenoptera genus Bruchobius. Kelemahannya adalah serangga parasitoid ini hanya memberikan pengaruh kecil terhadap usaha pengendalian serangan hama pada tanaman Acacia. Secara rata-rata setiap 2 serangga parasitoid harus mampu menginfeksi 20 larva kumbang (coleoptera) (FAO, 2000).
Berikut adalah beberapa contoh serangga parasitoid menurut IPM (2008):

1. Apanteles sp.
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga dewasa memiliki tubuh berwarna hitam dengan beberapa warna kuning pada bagian abdomen dan kakinya.
• Memilki panjang tubuh sekitar 2,0 s.d 2,5 mm.
• Serangga betina memiliki tubuh lebih pendek dan ovipositor yang berguna untuk menginjeksi telur ke tubuh ulat hama.
• Telur berbentuk elongate dan transparan, berukuran panjang 0,3 mm.
• Telur akan menetas setelah 3 hari setelah oviposisi.

Gambar 1.3 Apanteles sp. (IPM, 2009)

2. Brachmeria sp.
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga ini memiliki kisaran inang yang luas.
• Serangga ini berwarna hitam kecoklatan dengan tanda warna kuning, merah atau putih.
• Bagian kepala dan thorax tersklerotisasi.
• Bagian antena memiliki 13 segmen dengan 1 atau 2 ring segmen.
• Serangga ini mengoviposisikan telur-telurnya secara horizontal.

Gambar 1.4 Brachmeria sp (IPM, 2009)

3. Bracon spp.
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga ini berukuran kecil (0,5 inchi) dan berwarna hitam dengan 2 pasang sayap transparan.
• Memiliki kisaran inang yang luas.

Gambar 1.5 Bracon spp (IPM, 2009)

4. Campoletis chloridae
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga dewasa berwarna hitam dan berbentuk silinder.
• Serangga ini memiliki panjang 0,25 inchi.
• Fase pupa ini berwarna putih dan panjang 0,25 inchi.
• Antena berukuran panjang dengan 16 segmen.
• Serangga ini merupakan parasitoid dari kelompok hama holometabolous.

Gambar 1.6 Campoletis chloridae (IPM, 2009)
5. Diaretiella rapae
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga ini berukuran kecil dan sukar dilihat dengan mata telanjang.
• Serangga ini merupakan parasitoid dari kelompok kutu (aphid).
.

Gambar 1.7 Diaretiella rapae (IPM, 2009)

6. Eretmocerus mundus
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga ini berwarna kuning lemon.
• Serangga ini meng-oviposisi-kan telurnya pada larva kutu putih dan setelah 3 hari akan berubah warna menjadi kecoklatan.
• Larva serangga ini tidak akan berkembang sebelum larva inangnya instar 2.
• Life cycle membutuhkan waktu 17 sampai 20 hari.

Gambar 1.8 Eretmocerus mundus (IPM, 2009)
7. Trichogramma sp.
Ciri-ciri serangga ini adalah:
• Serangga ini memiliki ukuran yang relatif kecil.
• Serangga betina meletakkan telurnya pada telur yang baru saja oviposisikan inangnya.
• Setiap serangga betina mampu memparasit 100 telur inangnya
• Serangga ini memiliki daur hidup yang relatif singkat (8-10 hari).
• Serangga ini sudah mulai banyak dikomersialkan.

Gambar 1.9 Trichogramma sp. (ESF, 2009)

IV. Rearing Serangga Parasitoid
Rearing serangga parasitoid merupakan suatu hal yang penting dilakukan untuk menjamin ketersediaannya di alam dan memudahkan penyebaran dan perkembangannya. Setelah dilakukan rearing, serangga parasitoid dapat dilepas pada tanaman yang menjadi habitatnya (contohnya adalah bunga Pukul Delapan). Setelah dilepas, serangga parasiotoid tersebut dapat dibiarkan berkembang sendiri di lapangan.
Secara umum tehnik rearing serangga parasitoid adalah:
1. Perbanyakan dilakukan di dalam tabung kecil
2. Bilamana sudah ada parasitoid yang menetas dari pupa yang terparasitisasi masukkan ke dalam tabung kecil tersebut
3. Pada tabung kecil yang sudah berisi parasitoid, masukan beberapa ekor pupa sehat berumur 1–2 hari.
4. Tutup tabung reaksi dengan kasa yang berpori kecil (bisa juga kain atau kapas)
5. Serangga parasitoid akan menginfeksi pupa selama 2 hari (4delapan jam), sesudah itu pupa yang telah diparasitisasi dikeluarkan dan dipindahkan ke dalam tabung kecil lain
6. Selanjutnya, ke dalam tabung kecil yang berisi parasitoid dimasukkan kembali pupa berumur 1–2 hari
7. Parasitoid dewasa diberi pakan berupa madu yang diencerkan (50% v/v)
8. Setelah persediaan pupa yang terparasitisasi cukup banyak, maka dapat dilakukan pelepasan ke lapangan (hendaknya dilakukan pada pagi dan sore hari).
9. Melakukan monitoring dan evaluasi tingkat keberhasilan pelepasan serangga parasitoid tersebut (Oanh, et al., 2004).

V. Pengembangan Serangga Parasitoid di Kebun Perbanyakan vegetatif Acacia crassicarpa

Kebun perbanyakan vegetatif Acacia crassicarpa yang memiliki potensi genetik yang tinggi tersebut harus didukung dengan penanganan silvikultur yang tepat salah satunya adalah penanganan pest and diseases. Penanganan pest and diseases yang efisien, efektif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan merupakan suatu kebutuhan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan jasa serangga parasitoid.
Dalam pengembangannya, serangga parasitoid membutuhkan lingkungan yang sesuai. Kebutuhan pakan dan habitat merupakan faktor utama keberhasilan dalam mengembangkan serangga ini. Jenis pakan dari serangga parasitoid dewasa ini adalah nektar. Nektar banyak terdapat pada tanaman bunga-bungaan, salah satunya adalah bunga Pukul delapan.
Pengembangan serangga parasitoid dapat dimulai dengan usaha penanaman bunga pukul delapan di sekitar kebun perbanyakan vegetatif Acacia crassicarpa. Percepatan usaha penanaman bunga pukul delapan dilakukan dengan menggunakan stek batang. Pola penanamannya adalah dengan mengelilingi kebun perbanyakan vegetatif yang telah diberi roof pada bagian atas (gambar 1.10 dan 1.11). Setelah kelihatan rimbun (tinggi ± 50 cm dan mulai berbunga), tanaman tersebut akan mulai mengundang banyak serangga (terutama serangga parasitoid). Bersamaan dengan itu dapat dilakukan pelepasan serangga parasitoid hasil rearing di laboratorium.

Gambar 1.10 Kebun perbanyakan vegetatif A. crassicarpa di PT RAPP.

Gambar 1.11 Penanaman bunga pukul delapan di sekeliling kebun perbanyakan vegetatif A. crassicarpa di PT RAPP.

VI. Penutup
Hal yang perlu diingat dalam penanganan serangan hama adalah tidak bisa hanya bergantung pada satu usaha saja, akan tetapi dibutuhkan beberapa usaha penanganan yang sifatnya komprehensif (misalnya sanitasi lingkungan dan usaha penyemprotan bahan kimia yang dilakukan hanya ketika terjadi outbreaks). Salah satu usaha penanganan serangan hama pada kebun perbanyakan vegetatif Acacia crassicarpa adalah dengan memanfaatkan jasa serangga parasitoid. Pengembangan jasa serangga parasitoid dapat dilakukan dengan usaha penanaman bunga Pukul delapan di sekeliling kebun perbanyakan vegetatif yang berfungsi sebagai sumber pakannya.

Daftar Referensi
Agriculture and Consumer Protection . ______. Parasitoid. Food and Agriculture Organization (FAO). http://www.fao.org/ diakses 29 Mei 2009

BBC. 2008. Parasitoid Insects. www.bbc.co.uk. Diakses 1 Juni 2009

Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 5. Pustaka Bunda, Jakarta

European Science Foundation (ESF). 2009. Behavioural Ecology of Insect Parasitoids (BEPAR). www.esf.org. diakses 1 Juni 2009

IPM. 2009. Natural Enemy Information: Parasitoid. www. jnkvv. nic. In / IPM%20Project / natural_ enemy1 . htm . diakses 5 Juni 2009

Oanh, N. T. T., Truc, N. H., dan Luong, L. C. 2004. Manual for mass-rearing of Asecodes hispanarum, a parasitoid of hispine beetle, Brontispa longissima. http://www.fao.org/documents/show_cdr.asp?url_file=/docrep/007/ad522e/ad522e04.htm. diakses 29 Mei 2009

Sofa, Pakde. 2008. Menggunakan Serangga Pemangsa dan parasitoid sebagai Pengendalian Hama http://massofa.wordpress.com/200delapan/01/31/ menggunakan-serangga-pemangsa-dan-parasitoid-sebagai-pengendalian-hama/. diakses Mei 2009

Weeden, C.R., A. M. Shelton, and M. P. Hoffman.________. Biological Control: A Guide to Natural Enemies in North America. http: //www.nysaes.cornell. Edu/ent/biocontrol/. Diakses 1 Juni 2009

Read More......

Selasa, 18 Januari 2011

INGAT, bila si kecil memang sudah tidak mau melumat nasi, atau memakan makanan yang berbahan dasar nasi seperti lontong ataupun bubur. Janganlah memaksanya lagi!
INGAT, bila si kecil memang sudah tidak mau melumat nasi, atau memakan makanan yang berbahan dasar nasi seperti lontong ataupun bubur. Janganlah memaksanya lagi!

Buang jauh-jauh amarah dan ketakutan yang tiada berujung. Karena tidak memakan nasi, bukan berarti buah hati kita akan kurus dan sakit karena kekurangan asupan gizi. Karena kita bisa memberi makanan pengganti yang bernilai gizi sama. Sebut saja sagu, kentang, jagung, singkong, roti, mie, havermout, atau makaroni.

Sagu

Sagu adalah butiran atau tepung yang diperoleh dari teras batang pohon sagu atau rumbia (Metroxylon sago Rottb). Makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua ini biasa dimakan dalam bentuk papeda (semacam bubur). Sagu sendiri juga dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang. Saat ini banyak juga loh Moms, mie yang diolah dari sagu.

Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Di mana di dalamnya rata-rata terkandung 94 gram karbohidrat, 0.2 gram protein, 0.5 gram serat, 10 mg kalsium, 1.2mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil.

Kentang

Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain gandum, jagung, beras, dan terigu. Bagian utama kentang yang menjadi bahan makanan adalah umbi, yang merupakan sumber karbohidrat, dengan vitamin dan mineral cukup tinggi.

Kandungan gizi dalam 100 gr kentang antara lain: protein 2 gr, lemak 0,3 gr, karbohidrat 19,10 gr, kalsium 11 mg, fosfor 56 mg, serat 0,3 gr, besi 0,3 mg, vitamin B1 0.09 mg, vitamin B2 0,03 mg, vitamin C 16,00 mg, dan niacin 1,40 mg.

Jagung

Makanan pokok alternantif warga Madura, Nusa Tenggara bahkan juga warga Amerika Serikat ini juga kaya akan gizi. Tak heran bonggol berambut merah ini juga diminati anak-anak. Kandungan gizi dalam tiap biji jagung adalah: energi 150 kal, protein 1,6 g, lemak 0,6 g, kalsium 11 mg, dan karbohidrat 11,40 g.

Read More......

Temu kunci (Boesenbergia pandurata) jarang digunakan sebagai bumbu dapur, karenanya bumbu ini tidak sepopuler kencur, kunyit atau jahe. Namun kehadiran temu ini memberikan sentuhan khas pada sayur bening. Tanpa temu kunci, sayur bening seperti sayur bayam akan terasa kurang mantap.

Temu kunci diperoleh dari umbi tanaman terna yang berbatang semu. Daun dan batangnya sepintas mirip daun kunyit. Temu ini tumbuh subur di tanah yang banyak mengandung humus dan sedikit ternaungi. Jika sudah berumpun banyak, umbi bisa dipanen dan anakan bisa dibiakan menjadi tanaman baru. Aroma temu kunci sangat khas dan hampir mirip dengan kencur. Biasanya digunakan sebagai bumbu sayur bening, pepes maupun campuran bumbu urapan ala Jawa.
Sumber Teks & Foto: Budi Sutomo

Read More......

Jumat, 14 Januari 2011

cannon-ball-tree5
Artikel kali ini mengenai pokok yang unik yang pasti buat anda rasa teruja apabila pertama kali melihatnya. Bagi saya ini merupakan lokasi yang kedua saya melihat pokok Cannonball ini. Kali pertama saya melihatnya semasa melawat ke Taman Pertanian Sabah Tenom 2 tahun yang lalu.  Jika anda ingin tahu, pokok yang anda lihat ini juga terdapat di Taman Botani Pulau Pinang. Tetapi sayang,  tidak dapat melihat buah Cannonball di sini. Yang ada hanyalah kuntuman bunga cantik yang sedang mekar dan memberi aroma yang menyegarkan apabila dihidu.
cannon-ball-tree22
Yang menarik tentang pokok ini, bunga dan buahnya hanya keluar pada batangnya sahaja dan tangkai bunga/buahnya boleh cecah hingga ke tanah. Mengikut rujukan, buahnya yang masak memerlukan masa 9 bulan dari mula bunganya menghasilkan buah. Apabila masak ia akan gugur jatuh ke tanah dan pecah disebabkan buahnya yang berat. Buahnya yang pecah akan memberikan bau yang kurang enak atau orang putih kata ” smells unpleasant “.
cannon-ball-tree31
Cantik tak bunganya?
cannon-ball-tree41
Nak tengok tak buahnya? Gambar yang anda lihat di bawah ini telah saya rakamkan semasa melawat ke Taman Pertanian Sabah. Memang banyak pokok terdapat di sana.
cannon-ball
Saya tidak pasti buah ini bermusim atau sebaliknya. Namun, semasa berkesempatan melawat ke sana, memang banyak sekali pokok yang sedang mengeluarkan buah. Buahnya sebesar buah kelapa. Beratnya juga lebih kurang buah kelapa.
cannon-ball0
Menurut rujukan, buahnya pernah dilihat di makan oleh haiwan tetapi bagi manusia ia dikatakan boleh menyebabkan keracunan. Namun, dari segi perubatan daun, bunga dan buahnya dikatakan boleh dijadikan bahan ubat sekiranya menggunakannya dalam dos/sukatan yang betul.
cannon-ball2
Jadi, bolehkah anda membayangkan berapa besar buah dan bunga pokok ini?
cannon-ball3
Pernahkah anda melihat pokok ini dijumpai di mana-mana? Di harap boleh kongsikan di sini.

Sumber : http://fazlisyam.com/2011/01/12/pokok-peluru-meriam-cannonball-tree/

Read More......

Senin, 10 Januari 2011

DATE_FORMAT_LC2


Pemanfaatan utama areal persawahan adalah untuk menghasilkan komoditi pangan terutama tanaman padi. Daya dukung tanaman padi sebagai sumber bahan baku pakan ternak cukup besar. Beberapa limbah yang dikeluarkan dari usaha tanaman padi diantaranya jerami yang besarnya mencapai 100% dari produksi gabah, bekatul 1,5%, dedak kasar 4% dan dedak halus 2,5% dan sekam 24%. Limbah yang dihasilkan dari tanaman padi dapat digunakan secara keseluruhan. Jerami dapat digunakan sebagai pupuk atau pakan ternak, sekam untuk litter, dedak dan bekatul untuk pakan ternak dan merang sebagai media pertumbuhan jamur.

Jerami melalui teknologi pengolahan yang tepat dapat menjadi sumber pakan yang berlimpah bagi ternak. Potensi fisik jerami yang sangat besar belum sepenuhnya dimanfaatkan. Pemanfaatan jerami sebagian besar dibakar (37%) untuk pupuk, dijadikan alas kandang (36%) yang kemudian dijadikan kompos dan hanya sekitar 15% sampai 22% yang digunakan sebagai pakan ternak. Kendala utama penggunaan jerami sebagai bahan pakan ternak adalah kecernaan (45-50%) dan protein (3-5%) yang rendah.
Nilai manfaat jerami padi sebagai bahan pakan ternak dapat ditingkatkan dengan dua cara, yaitu dengan mengoptimumkan lingkungan saluran pencernaan atau dengan meningkatkan nilai nutrisi jerami. Optimasi lingkungan saluran pencernaan terutama rumen, dapat dilakukan dengan pemberian bahan pakan suplemen yang mampu memicu pertumbuhan mikroba rumen pencerna serat seperti bahan pakan sumber protein.
Cara fermentasi jerami yang dilakukan oleh BPTP Jawa Barat adalah melalui proses anaerob (tanpa membutuhkan udara) dengan memanfaatkan campuran beberapa bakteri seperti: Mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik dan lipolitik. Bahan dan alat yang digunakan cukup sederhana yaitu: 2 buah drum plastik bervolume 60-80 liter, pompa/motor sirkulasi 1 unit, selang/paralon secukupnya. Sedangkan bahan yang digunakan, yaitu:
  1. Formula I: jamur Trichoderma sp (1 liter), air bersih (100 liter), pupuk Za (1,5 kg), TSP (6 ons), KCl (6 ons), tepung beras (1 kg), dan Gula merah/pasir/tetes (2 kg).
  2. Formula I: jamur Trichoderma sp (1 liter), air bersih (60 liter), pupuk Za (1 kg), TSP (1 kg), KCl (1 kg), tepung beras (1 kg), Gula merah/pasir/tetes (3 kg), dan mineral (2 bungkus).

Selama proses pembuatan perlu ada langkah pengaktifan yaitu dengan pengadukan larutan selama 3 hari sampai menjadi rata. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jerami fermentasi adalah (1) tumpukan jerami tidak kena hujan, bahan tidak terlalu basah; (2) pisahkan sesuai varietas dan kondisi jerami (segar, layu atau kering); (3) fermentasi jerami segar dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan larutan starter : air : jerami = 1:100 pada setiap lapisan dengan perbandingan 1:10:100 untuk jerami yang sudah layu, perbandingan 1:20:100 untuk jerami kering dan apabila jerami dalam keadaan basah cukup dilakukan dengan menggunakan perbandingan 1:5:100. Susunlah jerami mentah ditempat yang sudah disediakan dengan tebal setiap hamparan 20-30 cm. Lebar dan panjang hamparan sesuai dengan kebutuhan. Tinggi atau tebal lapisan dapat mencapai 2,5 meter dari dasar tumpukan. Kemudian simpan ditempat yang teduh dan tidak kena hujan. Lama fermentasi lebih kurang 21 hari. Proses fermentasi jerami dapat berjalan dengan baik ditandai pada tumpukan jerami tidak terbentuk panas atau keluar asap. Keadaan bahan yang terlalu basah atau terkena air hujan maka akan terjadi pembusukan jerami akhirnya timbulah panas yang menyebabkan hasil yang diperoleh tidak menjadi baik. Jerami fermentasi yang baik ciri-cirinya: Bentuk jerami masih nampak segar tetapi texturnya sudah lunak dan warnanya ke-kuning-kuningan.
Penyimpanan jerami fermentasi: dapat dilakukan dengan cara tertutup dan terbukan. Cara terbukan yaitu sebelum disimpan Jerami fermentasi harus dikering anginkan terlebih dahulu agar selama penyimpanan tidak tumbuh jamur yang dapat merusak kualitas jerami yang sudah dihasilkan. Lama penyimpanan hampir sama yaitu: dapat mencapai 2 tahun atau dapat disesuaikan dengan kondisi fisiknya. Sedangkan cara terbuka dilakukan dengan cara: (a) Buat satu tonggak bambu setinggi lebih kurang 6 meter, sebagai tonggak penguat tumpukan jerami; (b) Buat alas yang terbuat dari tepas bambu yang diberi jarak sedikit dari permukaan tanah; dan (c). Susun Jerami di atas alas secara melingkari tiang tonggak sampai terbentuk suatu lapisan melingkar. Kemudian menyusun lapisan berikutnya dengan arah yang berlawanan. Tebal lapisan masing-masing lebih kurang 30 cm, demikian selanjutnya sehingga diperoleh ketinggian lebih kurang 6 meter. Lama penyimpanan yang ideal 1 tahun. Pemberian pakan jerami diberikan dalam bentuk aslinya tanpa mengadakan pascapanen sekunder seperti pengepresan dan lain-lain. Waktu pemberian cukup 2 kali sehari dengan dosis sesuai dengan umur sapi. Untuk umur sapi 1-2 tahun diberikan jerami 5 kg/ekor, umur sapi 3 tahun diberikan 8 kg/ekor, dan umur sapi 4 atau lebih diberikan 9 kg/ekor.
Untuk melengkapi kandungan gizi pakan sapi penggemukan perlu dilakukan pemberian makanan tambahan berupa tongkol/biji jagung fermentasi sebanyak 1 kg, dan 4 kg bekatul. Pada waktu musim kemarau atau tidak cukup persediaan pakan, dapat diberikan hijauan sebanyak 25% saja sedangkan lainnya dengan memberikan jerami fermentasi. Pemberian pakan ini cukup mendukung pertumbuhan sapi dengan baik.

Read More......

Hamparan Tanaman Padi di SukamandiGas metan? Apalagi nih? Demikian tanggapan sebagian masyarakat dengan munculnya salah satu varietas padi yang diluncurkan Badan Litbang Pertanian belum lama ini. Sebenarnya tidaklah sulit untuk mengerti logika diluncurkannya varietas padi jenis ini. Kalau anda coba lebih cermat sedikit mengamati para petani padi yang sedang memanen tanaman padinya di sawah, anda pasti mendapatkan keluh kesah mereka tentang panasnya terik matahari di tempat tersebut.
Dari hasil penelitian panasnya lingkungan tersebut ternyata diakibatkan konsentrasi gas metan yang menyelimuti areal persawahan. Gas metan yang rumus kimianya CH4 tersebut merupakan sebagian dari bahan buangan sisa metabolisme tanaman padi. Perlu diketahui gas metan adalah gas rumah kaca yang sifatnya menahan panas radiasi bumi sehingga menyebabkan lingkungan menjadi lebih panas di areal tersebut. Panas yang ditimbulkan di areal persawahan menjadikan lingkungan tidak nyaman.
Pada saat ini telah dihasilkan beberapa varietas padi yang emisi gas metan-nya rendah. Tujuannya adalah agar konsentrasi gas metan di atmosfer dapat dikurangi serta lingkungan hidup khususnya di planet bumi ini dapat menjadi lebih nyaman. Tentunya kebijakan meluncurkan varietas jenis ini tidak hanya mengharapkan agar produksi per hektarnya yang setinggi langit. Tetapi lebih karena para petani juga mempunyai komitmen menjaga lingkungan agar berkembang menjadi lebih nyaman.
Melimpahnya produksi beras di Indonesia, diperkirakan mencapai 59,9 juta ton pada 2008 ini, sedikit telah memicu para peneliti padi untuk mengalihkan konsentrasi pekerjaannya untuk merakit padi dengan keistimewaan lain. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan padi dengan spesifikasi emisi gas metannya rendah. Varietas padi jenis ini sedang dijajaki kemungkinan penyebarluasannya.
Satu hal yang mendorong para peneliti untuk merakit padi rendah emisi gas metan adalah sulitnya menghindar dari dampak pemanasan iklim global. Tentu saja hal ini dimaksudkan agar lahan-lahan para petani tetap dapat berproduksi dan dilain pihak dapat menurunkan kecenderungan pemanasan iklim global. Varietas unggul padi yang mempunyai sifat tersebut adalah Ciherang, Way Apoburu, Cisantana, dan Tukad Balian.

Read More......

Sampah kota yang menumpuk berpotensi dikembang menjadi pupuk (foto: kupalima.wordpress.com)Debit sampah di kota besar semacam Jakarta bisa mencapai 8500 ton per hari.  Persentase terbesar dari jumlah sampah tersebut adalah sampah organik yang potensial untuk dikembangkan sebagai pupuk.  BPTP DKI Jakarta telah menghasilkan kajian dalam pemanfaatan limbah dengan metode pengomposan, formula pupuk organik padat dalam bentuk pelet dan granul ("HPS Granular/HPS Pelet'), dan pupuk organik cair "HPS-1" (Harapan Petani Sejahtera).
Teknologi pengomposan sampah organik pasar yang telah teruji paling sesuai untuk jenis sampah tersebut (kandungan air sangat tinggi) adalah melalui pengaturan sistem drainase melalui kemiringan bidang pengomposan sebesar 15o serta pembuatan alur-alur pembuangan lindi pada bidang sejajar kemiringan bidang. Selain itu melalui pengaturan sistem aerasi menggunakan bambu atau paralon yang dilubangi pada sisi-sisinya dan ditanam di dalam tumpukan bahan kompos; serta perlakuan inokulasi menggunakan mikroba eksogenous.  Karakteristik kimia kompos yang dihasilkan, diantaranya, C organik 13%, N-total 3,53%, P-total 0,53%, K-total 4,44%, Ca 5,80%, Mg 1,34%, C/N ratio 10 setelah 14 hari waktu pengomposan.
Komposisi formula pupuk organik padat dalam bentuk pelet dan granul berbahan baku kompos sampah kota (Pupuk HPS Granular/HPS Pelet) yang dikembangkan meliputi tepung kompos sampah kota 75% (b/b), Batuan Fosfat 10% (b/b), Arang Sekam 10% (b/b), Zeolit 5% (b/b), serta kultur campuran penambat N-bebas dan pelarut fosfat dengan kerapatan minimal 106 sel.g-1 bahan pupuk.  Formulasi pupuk HPS-1 meliputi ekstrak sampah sayur dan buah 70% (v/v) dan Molase 30% (v/v) yang difermentasi secara anaerobik selama 14 hari menggunakan kultur campuran Lactobacillus sp.  Hasil fermentasi sebanyak 80% (v/v) diperkaya hasil fermentasi batuan fosfat 20% (v/v) dan kultur campuran pelarut fosfat (Pseudomonas sp.) dan penambat N bebas (Azozpirilium sp.), masing-masing dengan kerapatan 106-109 sel.ml-1.
Pada beberapa komoditas tanaman sayuran (terong, kacang panjang, sawi, selada, bayam, dan kangkung serta jagung manis)  pupuk HPS Granul, HPS Pelet, maupun HPS-1 (cair) memiliki nilai efektivitas agronomis nisbih (RAE) berkisar 60-87% dibandingkan pupuk kimia NPK (Teknologi Petani).  Berdasarkan nilai RAE tersebut, maka pupuk HPS tersebut secara umum layak untuk digunakan sebagai pupuk alternatif pengganti pupuk kimia dalam sistem pertanian organik tanpa pupuk mineral/kimia atau dapat juga dikombinasikan dengan pupuk kimia guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pupuk kimia dalam sistem pertanian konvensional.
Teknologi pembuatan pupuk dari sampah tersebut telah didiseminasikan pada semua wilayah di DKI Jakarta, baik melalui forum yang difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta dan Suku Dinas Pertanian di lima wilayah kota, maupun melalui media dan kegiatan diseminasi BPTP Jakarta (media cetak, audio visual, gelar dan temu teknologi, serta pertemuan rutin dengan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani). 
Hingga saat ini, Teknologi pengomposan pupuk dari sampah kota telah diadopsi oleh Kelompok Tani Adenium Jaya, Jagakarsa, Jakarta Selatan.  Sementara itu, teknologi pembuatan pupuk cair (HPS-1) telah diadopsi oleh Kelompok Tani Nusa Indah, Jakarta Selatan. 
Penerapan pembuatan pupuk organik padat dan cair sedang diinisiasi untuk diterapkan di Kelompok Tani Primatara dan Kelompok Peternak di Wilayah Mampang Prapatan, Jakarta selatan.  Selain itu, tercatat beberapa kelompok masyarakat dan kelompok tani telah menelusuri lebih lanjut informasi teknologi yang dikembangkan guna ditindaklanjuti dalam penerapan di lapang.


Sumber: situs web BPTP DKI Jakarta

Read More......

Jumat, 07 Januari 2011

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil produksi dan produktivitas sapi potong adalah kandang serta peralatan dan mesin yang merupakan penunjang dalam pelaksanaan budidaya. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan alat dan mesin (alsin) peternakan karena masih banyak peternak yang belum mau mengandangkan ternaknya secara baik. Selain itu standarisasi alat dan mesin peternakan belum berjalan dengan baik serta masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dan pengembangan alsin sapi potong.Dengan adanya kandang, sapi tidak akan berkeliaran lagi dan kebersihan lingkungan disekitar kandang akan terjaga.
Kandang dan perlengkapannya :
Kandang bagi sapi Peranakan Onggole (PO) merupakan tempat tinggal atau tempat berlindung dari berbagai gangguan (terik matahari, hujan, angin kencang) sehingga ternak merasa nyaman.  Sapi PO dikenal mempunyai dwi fungsi sebagai tenaga kerja maupun penghasil daging yang cukup tinggi.  Jenis bangunan kandang dibedakan atas sistem pemeliharaan ternak ( sistem dikandangkan dan sistem ranch).
Sistem dikandangkan, bangunan kandang dapat dibedakan dengan kegiatannya yaitu : kandang penggemukan, kandang induk/ betina dewasa, kandang dara/ calon induk, kandang induk bunting, kandang kawin, kandang anak, kandang isolasi sapi yang sakit. Selain itu bangunan gudang pakan dan peralatan, unit penampungan dan pengolahan limbah.
Untuk perlengkapan kandang akan disediakan tempat makan dan tempat minum serta peralatan untuk kegiatan pembersihan kandang seperti : ember, sekop, sekop garpu, alat penggaruk kotoran, sapu lidi, sikat besar dan semprotan/ selang air untuk memandikan sapi dan membersihkan kandang.
Sistem Ranch, yaitu ternak dilepas dalam suatu areal tertentu atau padang penggembalaan yang sekelilingnya dilengkapi dengan pagar kawat  pada setiap paddock (bagian dari areal ranch), bangunan terdiri dari kandang sebagai tempat perlindungan dan kandang penanganan sapi ( cattle yard)
Perlengkapan kandang di ranch juga disediakan tempat makan konsentrat dan tempat minum. Sedangkan kandang penanganan sapi dilengkapi dengan timbangan ternak, pita ukur, tongkat ukur dan peralatan kesehatan ternak.
Dalam mendirikan suatu kandang, harus memperhatikan beberapa hal antara lain :
a.  Penentuan lokasi, yang perlu diperhatikan adanya sumber air bersih yang cukup untuk air minum sapi, memandikan sapi, pembersihan kandang dan peralatan kandang. Letaknya lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya dan agak jauh dari pemukiman penduduk, sebaiknya 25 m dari pemukiman penduduk.
b.  Konstruksi kandang, harus kuat sebaiknya dari bahan yang kuat, tahan lama dengan dinding kandang terbuka sehingga sirkulasi udara berjalan lancar dan cahaya sinar matahari cukup masuk ke dalam kandang. Atap kandang harus cukup kuat dan tahan lama untuk menahan curah hujan dan terik matahari. Disarankan memakai genteng, ketinggian 4 m. Lantai kandang rata, tidak licin dan tidak tembus air, lantai dibuat miring 3 cm kearah parit. Parit kandang harus terbuat dari semen, berbentuk melekuk atau persegi dengan lebar 25 - 30 cm, dalam 15 - 20 cm dan dibuat miring kearah saluran pembuangan kotoran. Letak kandang ditata sedemikian rupa sehingga memudahkan pengaturan drainase dan penampungan limbah, sehingga tidak terjadi polusi dan pencemaran penyakit. Demikian pula letak kandang isolasi ternak yang sakit harus terpisah dari kandang yang lain untuk menghindari penularan penyakit.
c.   Bentuk dan ukuran kandang, dilihat dari penempatan atau peruntukan ternak sapi, bisa kandang tunggal atau kandang ganda.Kandang tunggal adalah kandang dengan penempatan sapi satu baris,Kandang ganda, kandang dengan penempatan sapi dua baris yaitu saling berhadapan (kepala dengan kepala) atau saling berlawanan (ekor dengan ekor).
Perlengkapan Kandang tunggal/ ganda yaitu ada tempat makan dan tempat minum. Tempat makan terbuat dari papan kayu atau semen yang dasarnya rapat sehingga pakan yang diberikan tidak tercecer atau terbuang. Tempat minum harus tidak bocor, mudah dibersihkan dan cukup untuk keperluan minum sapi.
Ukuran tempat makan tipe kandang berhadapan atau berlawanan, panjang 95 - 100 cm, lebar 50 cm, dalam 40 cm dan tinggi dari lantai 60 cm.
Ukuran tempat minum, panjang 45 - 55 cm, lebar 50 cm dengan kedalaman 40 cm . Gang dalam kandang, dengan lebar minimal 1 m (lebih lebar lebih baik). Ukuran lantai kandang 165 - 180 cm ( sesuai dengan panjang badan sapi : panjang tiap ekor sapi 125 - 150 cm ), kemiringan 3 cm.
Luas kandang harus memenuhi persyaratan daya tampung dengan standar ukuran kandang secara umum : Sapi betina dewasa : 1,5 x 2 M2 / ekor, sapi jantan dewasa : 1,8 x 2 m2/ ekor dan Anak sapi : 1,5 x 2 m2/ ekor.
Sistem kandang dapat juga dibuat berkoloni/ berkelompok dan setiap kelompok berisi 5 - 10 ekor sapi dengan ruang 10 - 20 m2.
Sedangkan untuk kandang penanganan ternak ( cattle yard ), bahannya bisa dari kayu atau besi yang berbentuk lingkaran. Ukuran bangunan, tergantung dari jumlah sapi yang dipelihara, untuk jumlah sapi 250 ekor diperlukan luas 2500 m2 (50x50 meter2).

Peralatan lain sebagai pendukung dalam budidaya sapi potong :
a.  Peralatan Pakan :  alat untuk memotong/ mencacah rumput/ hijauan pakan ternak (chopper), alat untuk mencampur konsentrat (mixer)
b.  Peralatan Kesehatan : alat pemotongan kuku dan tanduk, alat kastrasi, serta peralatan kesehatan untuk pengobatan penyakit.
c.   Peralatan lain : Timbangan ternak, pita ukur, alat pengukur tinggi ternak, alat  penandaan ternak seperti alat penomoran ternak/ ear tag, tato/ cap bakar, alat pencocoh hidung, sprayer, alat pembuataan bio gas dan pupuk organik.
Penulis : Asia
Sumber :

  1. Pedoman  Budidaya Ternak Sapi Potong yang baik ( Good Farming Practice). Ditjen Peternakan 2007.
  2. Sistem Alsin Budidaya Ternak Ruminansia. Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. 2006.
  3. Penggemukan Sapi. Ir. Sori Basya Siregar MS.2006
  4. Budidaya Ternak Sapi Potong. Direktorat Bina Produksi Ditjen Peternakan 1994.

Read More......